OBYEK
SOSIOLOGI HUKUM | TIMBULNYA
YURISPUDENSI | YURISPUDENSI | OBYEK SOSIOLOGI HUKUM | SOSIOLOGI
HUKUM.
1.
Timbulnya yurispudensi
bersumber pada Algemeene Bepalingen Wetgeving voor Nederlandsch Indie (ketentuan
umum tentang peraturan undang-undangan untuk
Indonesia)
a.
AB (Algemeene
Bepalingrn van Wetgeving voor Indonesia) yang diundangkan pada tanggal 30 April
1847 Staatsblad 2/ 147 hingga saat ini masih berlaku berdasarkan pasal II
Peraturan Peralihan UUD 1945. Yang berbunyi:
“Segala badan Negara
dan peraturan perundang-undangan yang ada masih langsung beralku selama belum
diadakan yang baru menurut Undang-undang dasar
ini”.
b.
Pasal 22 A.B yang
mengandung pengertian bahwa, “Hakim yang menolak menyelesaikan suatuperkara
dengan alas an bahwa peraturan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas
atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak
mengadili”.
Dengan demikian, hakim memilikikewenanganaa
menciptakan hukum (judge made law), terutama terhadap kasus-kasus yang
sama sekali belum ada hukumnya, tetapi telah masuk ke pengadilan.[1]
2. Meskipun
yurispudensi mempunyai pengaruh terhadap hakim-hakim lain namun hal tersebut
tidak bertentangan dengan isi pasal 20 dan 21 AB, karena :
a)
Pasal 20 AB menyatakan
:
Maka hakim harus
mengadsili menurut undang-undang atau keadlian daripada undang-undang.Pasal 20
AB ini didasarkan pada paham legisme dan pada dewasa ini anggapan ini sudah
tidak dapat diterima lagi”.
b)
Pasal 21 AB berbunyi :
Hakim tidak dapat
memberikan keputusan yang akan berlaku sebagai peraturan umum. Bahwa hakim
mengikuti keputusan hakim lain diberlakukan untuk umum, melainkan karena factor
psikologis, segi praktis atau pendapat yang sama.
c)
Pasal 1917 KUH Perdata
menegaskan bahwa keputusan hakim lain hanya berlaku kepada pihak-pihak yang
perkaranya diselesaikan menurut keputusan itu, oleh karenanya secara principal
hakim tidak terikat kepada keputusan hakim lainnya.[2]
c.
SEBAB-SEBAB
SEORANG HAKIM MEMPERGUNAKAN PUTUSAN HAKIM LAIN.
Ada
tiga alas an mengapa seorang hakim mengikuti keputusan hakim lain yaitu:
1)
Keputusan hakim yang
mempunyai kekuasaan,terutama bila keputusan itu dibuat oleh Mahkamah Agung
Pengadilan Tinggi karena alas an psikologis maka seorang hakim akan mengikuti
keputusan hakim lain yang mempunyai kedudukan lebih tinggi.
2)
Karena alas an praktis.
3)
Sependapat,hakim
mengikuti keputusan hakim lain karena ia sependapat/menyetujui keputusan hakim
lain tersebut.[3]
d.
MACAM-MACAM
YURISPUDENSI.
1) Yurispudensi
tetap
Yurispudensi tetap
adalah keputusan
hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan yang menjadi dasar bagi
pengadilan (Standard-arresten) untuk mengambil keputusan.[4]
2) Yurispudensi
tidak tetap.
Yurispudensi tidak tetap
adalah yurispudensi yang belum
masuk menjadi yurispudensi tetap.
e.
Dasar
hukum yurispudensi.
· Dasar
historis yaitu secara historis diikutinya oleh umum.
·
Adanya kekurangan
daripada hukum yang ada, karena pembuat UU tidak dapat mewujudkan segala
sesuatu dalam undang-undang, maka yurispudensi digunakan untuk mengisi kekurangan
dari undang-undang.
f.
Asas-asas
Yuripudensi.
· Asas
precedent.
Dalam asas precedent
,hakim terikat kepada keputusan-keputusan yang lebih dulu dari hakim yang sama
derajatnya atau dari hakim yang lebih tinggi.Asas ini dianut oleh Negara-negara
Anglo Saxon (Inggris,Amerika Serikat).
· Asas
Bebas.
Asas bebas ini
kebalikan dari asas precedent.
Disini
petugas peradilan tidak terikat pada keputusan-kekeputusan hakim sebelumnya
pada tingkatan sejajar maupun hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut
Negara(seperti Belanda dan Perancis).[5]
B. REALISME BARU.
Pengaruh
yang lain dari pemikiran modern mengenai hukum datang dari apa yang disebut
sebagai para ahli hukum realis, di Amerika serikat serta di Skandnavia. Mereka pada dasarnya
meninggallkan pembicaraan mengenai hukum yang abstrak dan melibatkan hukum
kepada pekerjaan-pekerjaan praktis untuk menyelesaikan problem-problem dalam
masyarakat.
Kaum
realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi radikal mengenai
proses peradilan. Menurut
mereka, hakim
itu lebih layak untuk disebut sebagai membuat hukum dari pada menemukannya. Hakim harus selalu
melakukan pilihan, asas
mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang dimenangkan. Menurut mereka ini, keputusan tersebut
sering mendahului ditemukan dan digarapnya peraturan-peraturan hukum yang
menjadi landasannya. Aliran
realis ini selalu menekankan pada hakikat manusiawi dari tindakan tersebut.[6] Jadi, relisme merupakan atau paham ajaran yang selalu
bertolak dari kenyataan.
[1]
Ibid, hlm 9.
[2]Soeroso,op
cit,hlm.159
[3]
Siti Soetami, PengantarTata hukum
Indonesia,Bandung:PT Refika Aditama,2007,hlm15.
[4]
Djasadin Saragih, Azas-azas Hukum Perdata, Bandung, Alumni, 1973, hlm.
61-62
[5]
Soeroso,,Op cit,hlm163-169.
[6]
Satjipto Raharjo,,op cit hlm337-338
0 Comments:
Posting Komentar